Jelang MEA , Indonesia Hadapi Masalah Kualitas Pendidikan
https://www.mediakonawe.com/2015/11/jelang-mea-indonesia-hadapi-masalah.html
Laboratorium Komputer SMA Neg.1 Sawa, Konawe Utara Foto: MK/JM
Guru banyak yang masih mengajar pakai cara zaman dahulu, padahal sekarang sudah zaman digital. Ditambah siswa yang dihadapinya lahir di zaman digital. Praktik mengajar seperti ini kebanyakan terjadi di sekolah-sekolah negeri. Bahkan, kepala sekolahnya sendiri banyak yang usinya tua, dan sudah hampir pensiun.
JAKARTA – Pendidikan menjadi salah satu faktor penentu
kemajuan bangsa. Sayangnya, pendidikan di Indonesia masih belum merata dan
membutuhkan peningkatan kualitas.
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, motivator
dan trainer pendidikan, Namin AB Ibnu Solihin menyebutkan, setidaknya ada empat
permasalahan pendidikan yang masih dihadapi di Indonesia.
"Masalah pertama adalah kurikulum. Sebenarnya
pergantian kurikulum itu perlu karena merupakan inovasi dari kurikulum
sebelumnya," ujarnya saat menjadi pembicara di Indonesia Youth Conference
(IYC) 2015, belum lama ini.
Namin berpendapat, kurikulum 2013 adalah kurikulum yang
bagus, namun sistem penilaiannya rumit. Selain itu, CEO gurubicara.com ini juga
menyayangkan dihapuskannya pelajaran teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
pada kurikulum 2013.
"Padahal menghadapi MEA itu keterampilan menggunakan
teknologi sangat penting. Sehingga saya sendiri akan menyetujui diberlakukannya
kurikulum 2013, tentunya dengan beberapa perbaikan," lanjutnya.
Permasalahan berikutnya, yakni guru. Menurut dia, guru merupakan
ujung tombak pendidikan. Tetapi, saat ini guru minim mendapatkan pelatihan yang
aplikatif dan berkualitas.
"Guru banyak yang masih mengajar pakai cara zaman
dahulu, padahal sekarang sudah zaman digital. Ditambah siswa yang dihadapinya
lahir di zaman digital. Praktik mengajar seperti ini kebanyakan terjadi di
sekolah-sekolah negeri. Bahkan, kepala sekolahnya sendiri banyak yang usinya
tua, dan sudah hampir pensiun," tuturnya.
Ketiga, kata Naiman, budaya literasi di kalangan guru masih
sangat lemah. Sedangkan permasalahan keempat buku teks pelajaran yang digunakan
masih lower order thinking skill (LOTS).
"Misalnya, membahas tentang sunat. Buku di Indonesia
masih sekadar membahas apa itu sunat. Padahal kalau buku di luar negeri sampai
detail membahas siapa orang pertama yang disunat dan sebagainya," tandas
pria yang pernah menjadi guru lebih dari 10 tahun tersebut.
Sumber Berita : okezone.com