Jelang MEA , Indonesia Hadapi Masalah Kualitas Pendidikan




   Laboratorium Komputer SMA Neg.1 Sawa, Konawe Utara   Foto: MK/JM



Guru banyak yang masih mengajar pakai cara zaman dahulu, padahal sekarang sudah zaman digital. Ditambah siswa yang dihadapinya lahir di zaman digital. Praktik mengajar seperti ini kebanyakan terjadi di sekolah-sekolah negeri. Bahkan, kepala sekolahnya sendiri banyak yang usinya tua, dan sudah hampir pensiun.


JAKARTA – Pendidikan menjadi salah satu faktor penentu kemajuan bangsa. Sayangnya, pendidikan di Indonesia masih belum merata dan membutuhkan peningkatan kualitas.
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, motivator dan trainer pendidikan, Namin AB Ibnu Solihin menyebutkan, setidaknya ada empat permasalahan pendidikan yang masih dihadapi di Indonesia.

"Masalah pertama adalah kurikulum. Sebenarnya pergantian kurikulum itu perlu karena merupakan inovasi dari kurikulum sebelumnya," ujarnya saat menjadi pembicara di Indonesia Youth Conference (IYC) 2015, belum lama ini.

Namin berpendapat, kurikulum 2013 adalah kurikulum yang bagus, namun sistem penilaiannya rumit. Selain itu, CEO gurubicara.com ini juga menyayangkan dihapuskannya pelajaran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada kurikulum 2013.

"Padahal menghadapi MEA itu keterampilan menggunakan teknologi sangat penting. Sehingga saya sendiri akan menyetujui diberlakukannya kurikulum 2013, tentunya dengan beberapa perbaikan," lanjutnya.

Permasalahan berikutnya, yakni guru. Menurut dia, guru merupakan ujung tombak pendidikan. Tetapi, saat ini guru minim mendapatkan pelatihan yang aplikatif dan berkualitas.

"Guru banyak yang masih mengajar pakai cara zaman dahulu, padahal sekarang sudah zaman digital. Ditambah siswa yang dihadapinya lahir di zaman digital. Praktik mengajar seperti ini kebanyakan terjadi di sekolah-sekolah negeri. Bahkan, kepala sekolahnya sendiri banyak yang usinya tua, dan sudah hampir pensiun," tuturnya.

Ketiga, kata Naiman, budaya literasi di kalangan guru masih sangat lemah. Sedangkan permasalahan keempat buku teks pelajaran yang digunakan masih lower order thinking skill (LOTS).

"Misalnya, membahas tentang sunat. Buku di Indonesia masih sekadar membahas apa itu sunat. Padahal kalau buku di luar negeri sampai detail membahas siapa orang pertama yang disunat dan sebagainya," tandas pria yang pernah menjadi guru lebih dari 10 tahun tersebut.

Sumber Berita : okezone.com


Related

2 NASIONAL 4326390626407850180

KUNJUNGAN

KUMPULAN VIDEO

logo MEDIA KONAWE

BERITA POPULER

ARSIP BERITA

PILIHAN

PROFIL DPRD KONUT

INSPEKTORAT KONAWE UTARA

SPONSOR

logo Dinas Pariwisata konut
item