Beri Keterangan Tidak Benar, KPK periksa Miryam Haryani

Miryam S. Haryani, tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012.

Yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat


Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani dalam penyidikan tindak pidana korupsi memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara korupsi proyek e-KTP.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat.

Miryam sudah mendatangi gedung KPK pukul 10.50 WIB untuk menjalani pemeriksaan. Dia juga sedang mengajukan permohonan praperadilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Aga Khan, anggota tim kuasa hukum Miryam, menyebut penetapan tersangka terhadap kliennya itu tidak sesuai prosedur sehingga menyebut Surat Perintah Penyidikan Nomor SprinDik28/01/04/2017 tanggal 5 April 2017 yang diterbitkan KPK tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Febri Diansyah menyatakan jika alasan yang digunakan adalah KPK tidak berwenang menggunakan Pasal 22 jo Pasal 35 UU Tindak Pidana Korupsi dan dikatakan KPK tidak pernah menggunakan pasal itu, maka alasan pengacara Miryam itu keliru.

Febri menyatakan KPK pernah menerapkan pasal itu kepada Muhtar Ependi, orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sampai Mahkamah Agung menjatuhi vonis bersalah terhadap Muhtar sekitar akhir 2015.

KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.

Di persidangan, Miryam yang terancam pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta, mengaku diancam penyidik saat diperiksa dalam kaitannya dengan kasus e-KTP.

Dalam dakwaan Miryam disebut menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek e-KTP yang bernilai total Rp5,95 triliun tersebut. an/MK

Related

5 HUKUM 7062908568408534545

KUNJUNGAN

KUMPULAN VIDEO

logo MEDIA KONAWE

BERITA POPULER

ARSIP BERITA

PILIHAN

PROFIL DPRD KONUT

INSPEKTORAT KONAWE UTARA

SPONSOR

logo Dinas Pariwisata konut
item